Wednesday, December 14, 2011

Karena menikah jauuuh lebih “complicated” dari itu !

"Pernahkah terlintas dibenakmu jika kedua orangtuamu bercerai?"
Jawaban saya, tidak pernah, sama sekali tidak pernah terlintas dalam pikiran saya akan hal buruk itu. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan saya kehidupan yang sangat bahagia, lahir dalam keluarga yang harmonis, kedua orangtua saya adalah orangtua terbaik sedunia. Jika dalam film Sang Pemimpi, Arai dan Ikal selalu menyebut ayahnya sebagai ayah juara satu seluruh dunia, saya tak hanya menyebut ayah saya sebagai juara 1 karena ibu tak kalah hebatnya, mereka adalah orangtua juara 1 di seluruuuh dunia. Tak hanya sebagai orangtua, merekapun juara 1 sebagai pasangan. Saya tak pernah melihat cinta romantik yang begitu besar melebihi cinta ayah saya kepada ibu, sayapun tak pernah melihat kepatuhan istri yang lebih tinggi dibanding kepatuhan ibu saya kepada ayah. Melihat berita, gosip, atau sinetron di televisi bahkan di keseharian dimana suami-suami mata keranjang yang tidak pernah cukup dengan cinta istrinya, atau istri-istri “pembangkang” terhadap suaminya, rasanya tak pernah terlihat dalam rumah kami. Dan itu semua membuat saya sangat bersyukur, dimana tauladan hubungan suami istri harmonis tak perlu jauh-jauh saya cari, karena dihadapan saya, orangtua saya telah mencontohkannya.
Namun, barusan saya dikagetkan oleh pertanyaan teman saya. Ia bertanya, “kalau seandainya ortumu cerai gimana?” dan tentu saja jawaban saya sama seperti diatas. Berpikir saja tidak pernah. Alhamdulillah, hubungan orangtua saya terlalu harmonis untuk diganggu dengan kata “cerai”. Kemudian saya balik bertanya kepada teman saya itu, mengapa dia bertanya seperti itu.  Dan ternyata, teman saya itulah yang sedang mengalami hal buruk itu. Kedua orangtuanya akan bercerai. Dalam kondisi seperti ini, terpuruk sudah pasti, bingung tak tau harus berbuat apa, kecewa, sedih tak terkira, pastilah semua perasaan ini tengah dirasakan teman saya. Sebagai teman yang baik, saya hanya bisa mendengarkan dan  berdoa semoga masalah ini cepat berlalu.
Hubungan percintaan baik pacaran ataupun pernikahan memang tak selamanya mudah, tak selamanya akan berjalan mulus. Banyak kerikil bahkan batu-batu besar yang akan mengganggu perjalanannya. Seberapapun lama waktu yang dilalui bersama, tak akan pernah membuktikan bahwa hubungan itu akan berlangsung selamanya. Karena secara ilmiah, cinta yang menggebu-gebu itu hanya berlangsung 3 bulan (efek endorfin, serotonin, dopamin, dan berbagai neurotransmitter cinta lainnya) serta dipertahankan beberapa tahun (2-4 tahun) oleh zat amin cinta lainnya yaitu PEA. Selanjutnya hubungan itu akan berubah “hambar” jika kedua pasangan tidak berusaha menghadirkan endorfin-endorfin itu setiap harinya dalam hubungan mereka.
Dan ini semua juga jadi pelajaran, bahwa menikah itu tak hanya menyatukan cinta, juga menyatukan dua kepala, dua sifat, dua dunia, dua keluarga. Menikah tak hanya membutuhkan kata-kata “aku cinta kepadamu, maukah kamu menikah denganku?”. Karena menikah jauuuh lebih “complicated” dari itu.
Dari sudut pandang wanita, mungkin yang perlu dinilai apakah kita (wanita) sudah cukup pengertian untuk menerima segala kekurangan suami kita kelak? Apakah sudah cukup pintar memahami kemarahan suami kita nanti? Apakah sudah cukup matang untuk meninggalkan keceriaan bermain bersama teman-teman wanita kita ketika suami menyuruh untuk menunggunya dirumah? Apakah sudah cukup tangguh untuk menjaga kehamilan, melahirkan, dan membesarkan seorang anak?  Apakah sudah cukup mampu untuk masuk dan bergaul di dunia “asing” keluarga suami kita dan memperlakukan mereka seperti keluarga kita sendiri? Dan masih banyak pertanyaan lain yang mengharuskan kita berbenah serta mempersiapkan diri lebih baik lagi. Karena lagi-lagi menikah memang jauuuh lebih “complicated” dari itu.
Semoga Allah menyertakan kita kemampuan untuk selalu berusaha menjadi lebih baik lagi setiap harinya. Agar nantinya, bila kita sudah siap dan Allah telah mengijinkan, kita mampu menjadi istri penyejuk mata dan hati suami, menjadi peredam amarah dan benci, menjadi cinta abadi, serta menjadi penyempurna diennya untuk menggapai ridha Ilahi.. Amiiin Ya Rabbal ‘alamin..

0 comments: